Ejaan dan penyebutannya : jika anda orang radio, apalagi yang berada di garis depan, alias berada di belakang mikrofon, jangan pernah anggap remeh soal ejaan dan penyebutan kata, nama orang, nama tempat, istilah bahasa asing dan yang sejenisnya. Saya adalah seorang pendengar radio jauh sebelum menjadi penyiar, dan hal yang paling membuat saya –meminjam istilah bahasa anak muda sekarang- ‘bete’ adalah jika mendengar seorang penyiar yang salah menyebut nama, kata, istilah asing dan sebagainya, dan saya yakin banyak pendengar yang juga berpikiran seperti saya.
Semoga ingatan saya masih bagus. Kalaupun salah mohon maaf. Judul tulisan ini saya ambil dari salah satu bagian perbincangan siaran pagi duet legendaris Ida-Krisna yang kala itu siaran di Radio Female. Kalau saya tidak silap, waktu itu Krisna sedang membicarakan tentang seorang petenis wanita bernama Jana Novotna. Ida pun berusaha mengoreksi dengan mengatakan bahwa kata “Jana” harus diucapkan sebagai “Hana”. Sama halnya dengan nama kota Rio De Janeiro yang harus diucapkan sebagai Rio De “Haneiro”. Secara bercanda, Krisna pun menimpali dengan menyebut nama seniman betawi Jaja Miharja sebagai “Haha Miharha”. Wkwkwk.
Contoh ekstrim memang tapi mengingatkan pada saya betapa faktor penyebutan sebuah istilah, kata asing, nama orang, tempat dan lain sebagainya tidak boleh salah. Karena itu di sinilah pentingnya seorang penyiar untuk mempelajari dulu naskah atau materi siaran mereka.
Saya punya contoh pribadi. Dalam sebuah kesempatan siaran beberapa waktu silam, saya pernah menyebutkan nama kelompok musik barat STYX dengan “STIKS”. Tak perlu menunggu lama bagi seorang penggemar STYX untuk menelpon dan protes. Menurut mereka –tolong koreksi kalau salah- penyebutan yang benar adalah “Es Ti Wai Ex”. Ini juga berlaku untuk kelompok musik lain yang juga punya nama aneh: INXS yang jangan sampai dibaca “INKS” karena konon penyebutan yang benar adalah “In Ex Ses”.
Apalah Arti Sebuah Nama.
Meskipun Shakespeare bilang demikian, tapi nama tetaplah penting. Seperti cerita saya di awal tadi, Jana Novotna harusnya dibaca “Hana Novotna”. Berarti Yana Julio harus dibaca “Yana Hulio” dan Julio Iglesias harus dibaca “Hulio Iglesias”.
Nah, kalau sudah menyangkut nama orang, masalahnya bisa panjang, apalagi kalau orang itu adalah nara sumber kita, sebab bisa saja ia hilang simpati pada kita hanya karena kita salah menyebut namanya, atau sebaliknya, justru ia bisa simpati pada kita karena kita benar menyebut namanya.
Contoh: Jarang sekali saya melihat ada media elektronik yang benar-benar tepat dalam menyebutkan nama Andi Alfian Mallarangeng, juru bicara presiden. Anda boleh tanya sang jubir langsung, tapi adalah salah besar jika anda memanggilnya Pak Andi. Memanggil beliau dengan Pak Andi sama dengan memanggil Pengamat IT Roy Suryo dengan nama Pak Raden. Ini karena Andi itu adalah gelar kebangsawanan masyarakat Bugis, seperti halnya Raden dalam budaya Jawa. Karena itu disarankan untuk sebaiknya menanyakan kembali nama panggilan atau cara penyebutan nama nara sumber kita agar tidak salah.
Masih soal nama, di Amerika, konon seorang mantan presiden seringkali tetap dipanggil Mr. President. Ketika Pemilu Indonesia tahun 2004 lalu, Jimmy Carter hadir sebagai salah seorang pengamat. Ketika antri untuk bertanya dalam sebuah sesi tanya jawab saat konferensi pers, seorang anak buahnya berbisik pada saya agar sebaiknya memanggil beliau dengan sebutan Mr. President. Tidak wajib memang, katanya, tapi bosnya itu katanya senang dipanggil demikian. Hal yang sebaliknya justru berlaku bagi PM Thailand Chuan Leek Pai yang justru menolak dipanggil Mr. Prime Minister. “Thank you, but I’m no Prime Minister anymore..!” ujarnya sopan.
Oya, ngomong-ngomong soal nama Perdana Menteri Thailand, masih banyak yang sering salah menyebutkan nama PM Thailand saat ini, Thaksin Shinawatra yang harusnya disebut “Shinawat” tanpa “tra”.
Penyebutan Istilah Asing.
Penyebutan kata atau istilah asing adalah salah satu hal yang seringkali menjadi ‘nila’ bagi seorang penyiar. Saya sebut ‘nila’, karena sering kali materi siaran kita sudah tersusun dan tersampaikan dengan bagus, tapi kemudian menjadi rusak hanya karena kita salah dalam penyebutan. Tentu anda tidak ingin gara-gara nila setitik itu, rusak susu sebelangga …
Contoh kasus : Saat saya tengah menulis artikel ini, stasiun SCTV tengah menayangkan siaran langsung proses penandatanganan perjanjian damai dengan GAM di Helsinki, Finlandia. Saat itu salah seorang saksi penandatanganan menggunakan istilah ‘leap of faith’ untuk menggambarkan peristiwa bersejarah itu. Oleh Mas Indiarto, sang pembawa acara, kata itu diterjemahkan sebagai sebuah “lompatan iman“. Jujur saja, saya langsung hilang mood menonton.
Saya bukan ahli bahasa. Tapi kalau melihat di kamus, leap of faith itu adalah kepercayaan atau keyakinan pada sesuatu hal yang awalnya susah untuk dipercaya (bisa terjadi). Ini sebenarnya istilah yang bagus untuk menggambarkan proses bersejarah itu karena memang sejak lama banyak yang pesimis bahwa perdamaian tak akan pernah tercipta di Aceh. Tapi untuk kemudian menerjemahkan kata itu sebagai “lompatan iman” adalah sesuatu yang menurut saya sangat aneh. Mungkin dalam hal ini bisa diterjemahkan saja sebagai: “langkah maju” atau “kemajuan drastis” atau “lompatan besar” atau kata lainnya.
Tapi tak ada yang lebih bikin mood saya hilang -maaf ini intermezzo sebentar, walau masih ada hubungannya sedikit- ketika mendengar ketua juru runding Indonesia, Hamid Awaluddin mengucapkan kata “..and I quote” sedemikian rupa sehingga terdengar seperti “..and I caught”. Oke deeeehh, Pak Daeng..
Masalahnya, belakangan sering sekali saya mendengar para penyiar mencampurkan unsur bahasa Inggris dalam siaran. Ini hal yang lumrah. Saya bukan termasuk yang anti penggunaan Bahasa Inggris dalam siaran. Tapi tentu saja anda harus yakin bahwa bahasa yang anda gunakan itu benar. Jika tidak, anda justru akan terdengar aneh di udara.
Dalam sebuah kesempatan diskusi dengan para penyiar di sebuah radio swasta beberapa waktu silam, saya pernah menyinggung masalah penggunaan Bahasa Inggris ini dalam siaran. Ada seorang penyiar yang mengatakan wajar saja kalau bahasa Inggris yang digunakan terdengar aneh, karena mereka bukan orang Inggris.
“Ya jangan gunakan Bahasa Inggris, kalau begitu,” jawab saya. “Bukan faktor Bahasa Inggris yang membuat acara anda bagus, bukan?”
Sumbang Saran
Berikut beberapa saran menyangkut penyebutan kata, nama, istilah asing dll.
· Cari dan pelajari cara penyebutan yang benar, entah itu dari bacaan, tayangan filem, televisi, koran, internet atau bahkan pengalaman orang lain. Contoh paling gampang: rasanya kebanyakan dari kita tahu penyebutan nama Arnold Schwarznegger dari film, bukan?
· Untuk istilah asing, kamus adalah acuan yang paling mudah. Sekedar mengingatkan, banyak kamus yang gunanya bukan hanya untuk mencari arti kata, tapi juga cara membaca atau menyebutkannya. Pastikan anda membeli kamus yang semacam itu.
· Jika anda tidak berhasil mendapatkan informasi soal cara penyebutan suatu kata atau nama, usahakan untuk menghindarinya.
· Kalaupun tidak bisa dihindari, saya biasanya akan terlebih dahulu meminta maaf kepada pendengar jika apa yang saya ucapkan itu salah penyebutannya.
Sumber : http://suarane.com/?p=12 ( )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar